Minggu, 03 Juni 2018

TUGAS KULIAH "KEKUASAAN DAN POLITIK"



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, kita sering mendengar kata kekuasaan dan politik, kedua kata ini sering dihubungkan satu sama lain. Namun, untuk memahami tentang apa itu kekuasaan dan politik, serta apa hubungan di antara keduanya, memerlukan pembahasan yang luas dan terperinci. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam mengartikan dan menggunakannya. Jika kita melakukan sesuatu tanpa ilmu, kita bisa mencelakakan diri kita sendiri, bahkan orang lain.
Begitu pula dengan kekuasaan dan politik, di Indonesia tidak sedikit yang memandang bahwa kekuasaan dapat diperoleh melalui politik. Atau dengan kata lain, politik adalah jalan untuk mencapai kekuasaan. Pandangan seperti itulah yang menyebabkan begitu banyak orang mendalami dunia politik hanya demi mendapatkan kekuasaan. Banyak orang yang mengejar kekuasaan tanpa memahami apa sesungguhnya dan bagaimana cara menggunakan kekuasaan yang dimilikinya. Banyak orang pula yang akhirnya menganggap bahwa politik itu sesuatu yang tidak baik. Untuk itu, pemahaman yang benar mengenai kekuasaan dan politik sangatlah penting.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.    Apa definisi dari kekuasaan ?
2.    Apa perbedaan kekuasaan dengan wewenang ?
3.    Dari mana sumber – sumber kekuasaan bisa didapatkan?
4.    Bagaimana manusia membutuhkan kekuasaan?
5.    Bagaimana strategi dan taktik politik ?
6.    Bagaimana etika dalam berpolitik?


C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.         Mengetahui definisi kekuasaan.
2.         Mengetahui perbedaan kekuasaan dengan wewenang.
3.         Mengetahui sumber – sumber kekuasaan bisa didapatkan.
4.         Mengetahui bahwa manusia membutuhkan kekuasaan.
5.         Mengetahui strategi dan taktik politik.
6.         Mengetahui etika politik.























BAB II
KEKUASAAN DAN POLITIK

A.    Kekuasann
1.    Definisi Kekuasaan
Konsep kekuasaan erat sekali hubungannya dengan konsep kepemimpinan. Dengan memiliki kekuasaan, pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Pemimpin seharusnya tidak hanya menilai perilakunya sendiri agar mereka dapat mengerti bagaimana mereka mempengaruhi orang lain, akan tetapi juga pemimpin harus mau mampu menilai posisi mereka dan cara menggunakan kekuasaan.
Inti dari kepemimpinan adalah pengambilan keputusan. Seorang pemimpin harus dapat mengambil keputusan yang cepat dan sulit seperti pekerja harus dipindahkan, dipecat, diberi promosi, dan sebagainya. Dalam hubungan antarorganisasi diperlukan seorang pemimpin yang dapat melawan persaingan yaitu pemimpin yang kuat, pembuat keputusan dapat mengambil keputusan yang tepat dan bisa membuat keputusan tanpa melalui konsensus.
Dalam organisasi perlu adanya pusat kekuasaan atau titik utama yang dapat mengendalikan kekuasaan sehingga keteraturan dan efisiensi dapat dibangun dalam organisasi. Sementara itu kekuasaan adalah suatu proses yang wajar dalam setiap kelompok atau organisasi. Dengan demikian perlu diketahui bagaimana kekuasaan itu diperoleh dan dijalankan sehingga dapat mengetahui sepenuhnya perilaku organisasi. Untuk itu perlu diketahui makna dari kekuasaan itu sendiri.
Ada beberapa pandangan tentang pengertian kekuasaan :
·      Kekuasaan adalah suatu kemungkinan membuat seorang aktor dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri yang mampu menghilangkan rintangan (Max Weber)
·      Kekuasaan adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya (Wafter Nord)
·      Kekuasan digunakan hanya jika tujuan – tujuan tersebut paling sedikit mengakibatkan perselisihansatu sama lain. Kekuasaan adalah suatu produksi dari akibat yang diinginkan (Russel).
·      Kekuasaan adalah suatu kemampuan untuk menggunakan kekuatan (Bierstedt)
·      Kekuasan adalah suatu kontrol atas orang yang lain yang berhasil (Wrona)
·      Kekuasaan adalah jika orang A memiliki kekuasaan atas orang B, maka A bisa meminta B untuk melaksanakan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh B terhadap A (Dahl)
·      Kekuasaan dalah suatu potensi dan suatu pengaruh (Rogers)
Dengan demikian kekuasaan adalah suatu sumber yang bisa atau tidak bisa untuk dipergunakan. Penggunaan kekuasaan selalu mengakibatkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan mengangkat suatu perubahan perilaku yang diinginkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kekuasaan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang pemimpin.[1]
2.      Perbedaan Kekuasaan dan Wewenang
Antara kekuasaan dan wewenang terdapat perbedaan, seperti menurut Max Weber, kekuasaan meliputi kekuatan dan paksaan dan wewenang merupakan suatu bagian dari kekuasaan. Wewenang tidak membawa implikasi kekuatan, tetapi lebih mencakup pada penilaian yang tidak menentu pada bagian penerimaannya. Wewenang adalah kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang karena kedudukannya dalam hierarki organisasi. Pengarahan atau perintah dari seseorang manajer dalam sebuah posisi wewenang dipatuhi karena mereka harus dipatuhi. Maka dari itu, orang yang berada dalam posisi yang lebih tinggi mempunyai kekuasaan yang sah atas bawahan yng berada di posisi yang lebih rendah.
Wewenang mempunyai sifat :
·         Terdapat posisi pada seseorang. Individu mempunyai wewenang karena posisi yang ia pegang, bukan karena sifat, pribadi khusus.
·         Diterima oleh bawahan. Individu dalam posisi yang sah, menerapkan wewenang dan dapat menerapkan wewenang dan dapat melaksanakannya karena ia mempunyai hak yang sah.
·         Kekuasaan digunakan secara vertikal dan mengalir dari atas ke bawah dalam susunan sebuah organisasi.[2]

3.      Sumber – Sumber Kekuasaan
 Kekuasaan dapat berasal dari berbagai sumber. Bagaimana hal tersebut diperoleh dalam suatu organisasi tergantung pada seberapa luas dari jenjang kekuasaan yang dicari. Kekuasaan dapat diperoleh dari antar pribadi, struktural dan berdasarkan situasi.
a)    Kekuasaan Antarpribadi
Terdapat lima basis kekuasaan antarpribadi, yaitu :
·         Kekuasaan Legitimasi (Legitimate Power)
Kemampuan seseorang mempengaruhi karena posisinya. Seseorang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi, mempunyai kekuasaan atas orang – orang yang lebig rendah kedudukannya dalam teori organisasi yang sederajat mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat. Akan tetapi, seseorang yang mempunyai kekuasaan legitimasi menggunakan kekuasaan tersebut dengan bakat masing – masing, kekuasaan legitimasi sesuai dengan konsep Weber tentang wewenang. Para bawahan memainkan peran utama dalam  pelaksanaan kekuasaan legitiminasi jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan itu sah, mereka akan patuh, akan tetapi budaya, kebiasaan dan sistem nilai suatu organisasi menentukan batas kekuasaan legitiminasi. Seorang direktur kekuasaan menyarankan agar seluruh karyawannya memilih partai tertentu, mungkin akan menemukan bahwa hanya sebagian orang yang patuh terhadap sarannya.
·         Kekuasaan Imbalan (Reward Power)
Jenis kekuasaan ini didasarkan atas kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada pengikutnya yang disertai dengan kepatuhan mereka untuk mengikutinya, kekuasaan imbalan ini digunakan untuk mendukung kekuasaan legitiminasi, jika pengikut memandang imbalan atau kemungkinan yang didapat disediakan seseorang sebagai sesuatu yang bernilai (pengakuan, penugasan untuk peningkatan upah, sumber tambahan untuk menyelesaikan pekerjaan) mereka tanggap terhadap perintah, permintaan dan petunjuk, misalnya seorang manejer akan memberikan imbalan kepada wiraniaganya berupa bonus karena kemampuannya dalam penjualan meningkatkan omzet penjualan.
·         Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan untuk menghukum, para pengikut patuh karena takut. Seorang manejer akan menunda promosi jabatan bawahan karena kurang sukses dalam tugasnya, meskipun hukuman menimbulkan dampak yang tidak diharapkan, hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau untuk memperbaiki perilaku yang tidak produktif dalam organisasi.
·         Kekuasaan Ahli (Expert Power)
Seseorang memiliki keahlian, bila mempunyai keahlian yang lebih tinggi, maka dengan keahliannya akan mempunyai kekuasaan meskipun peringkat mereka rendah, seseorang dapat memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang menyangkut persoalan manusia. Kekuasaan ahli merupakan kerakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitiminasi, imbalan dan kekuasaan paksaan ditentukan oleh organisasi. Seorang sekretaris yang mempunyai posisi yang relatif rendah dalam organisasi mungkin mempunyai kekuasaan ahli karena ia tahu rincian pengoperasian usaha, ia tahu segala sesuatunya atau tahu bagaimana mengatasi situasi yang sulit.
·         Kekuasaan Referen (Referent Power)
Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang tersebut. Kerisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan referen. Seseorang yang berkharisma dikagumi oleh karakteristiknya, kekuatan karisma seseorang adalah petunjuk adanya kekuasaan referen orang itu, karisma adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan para politisi, penghibur atau olahragawan.
b)      Kekuasaan Struktural dan Situasional
Preffer mengemukakan bahwa kekuasaan terutama ditentukan oleh struktur di dalam orgasasi, si memandang struktur dalam organisasi, sebagai mekanisme pengendalian yang mengatur organisasi. Dalam tatanan struktur organisasi, kebijakan pengambilan keputusan. Dialokasikan ke berbagai posisi, juga struktur membentuk pola komunikasi dan arus komunikasi, dan arus informasi. Jadi, struktur organisasi menciptakan kekuasaan dan wewenang formal dengan mengkhususkan orang – orang tertentu untuk melaksanakan tugas pekerjaan khusus, dan mengambil keputusan tertentu, serta mendorong kekuatan informal, melalui dampak atau struktur informasi dan komunikasi dalam sistem tersebut.

4.      Kebutuhan Kekuasaan
Sepanjang sejarah manusia selamanya terpesona oleh kekuasaan. Dalam kepustakaan cina kono, perhatian dan kekuasaan secara jelas dikemukakan, kekuasaan dari yang menjinakkan yang agung, kekuasaan cahaya, kekuasaan kegelapan. Catatan historis ada kesan sejauh mana orang – orang telah mengejar, menakuti, menikmati atau menyalahgunakan kekuasaan. Sekarang kesan tentang orang – orang yang mencari kekuasaan cukup negatif.
McClelland mengemukakan bahwa kekuasaan dapat digunakan secara bertanggung jawab, disamping untuk mengkaji kebutuhan berprestasi juga kebutuhan akan kekuasaan. Sebagai keinginan untuk menimbulkan dampak pada orang lain. Jenis dampak ini dapat ditunjukkan dengan tiga cara:
·      Dengan tindakan yang kuat, memberi bantuan atau nasehat, dengan mengendalikan seseorang.
·      Dengan tindakan yang menimbulkan emosi pada orang lain.
·      Dengan memerhatikan reputasi.
Hasil penelitian menemukan bagaimana orang yang tinggi kebutuhan kekuasaannya umumnya : 1) mempunyai sifat bersaing dan agresif, 2) berminat memiliki prestise, 3) lebih menyukai situasi tindakan, 4) menjadi anggota sejumlah kelompok. Riset tentang kebutuhan yang dilakukan oleh McClelland dan rekannya ini menyimpulkan bahwa para manajer yang paling efektif memiliki karakteristik sebagai berikut.
a)    memiliki kebutuhan kekuasaan yang tinggi
b)   mereka menggunakan kekuasaan untuk tujuan organisasi
c)    mereka mempraktikkan gaya partisipatif, atau melatih jika berinteraksi dengan para pengikut
d)   mereka tidak mengonsentrasikan diri untuk mengembangkan hubungan yang akrab dengan orang lain.
Manajemer yang efektif menurut hasil resit McClelland ditetapkan sebagai “Manajer Instusional” karena mereka menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan organisasi. Manajer Instusional lebih efektif daripada manajer kekuasaan pribadi , yang menggunakan kekuasaan mereka untuk kepentingan pribadi, dan manajer afiliatif, yang lebih mengutamakan disukai daripada menggunakan kekuasaan.[3]
B.     POLITIK
1.      Strategi dan Taktik Politik
Terdapat perilaku berorientasi politik:
·         Perilaku yang biasanya di luar sistem kekuasaan legitiminasi yang diakui
·         Perilaku yang dirancang untuk menguntungkan seseorang
·         Perilaku yang dimaksudkan dan dirancang untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan
Sebagai akibat dari perilaku berorientasi politik, kekuasaan formal yang ada dalam suatu organisasi sering dikesampingkan atau dihambat. Berbagai taktik politik yang digunakan oleh agen pembelian adalah :
a.       penghindaran peraturan. Menghindari prosedur pembelian formal dalam organisasi.
b.      politik pribadi. Memanfatkan persahabatan untuk memudahkan atau untuk menghalagi suatu proses pemesanan.
c.       kependidikan. Berusaha membujuk perekayasaan untuk berpikir sesuai dengan syarat – syarat pembelian.
d.      Keorganisasian. Berusaha mengubah pola interaksi formal dan informal antara perekayaan dengan bagian pembelian.
Mintberg dan yang lainnya menguraikan kemahiran berpolitik itu sebagai memainkan permainan. Permainan yang diperankan manajer dan non manajer adalah:
·         Melawan wewenang (perminan pemberontakan)
·         Membalas perlawanan terhadap wewenang (permainan membalas pemberontakan)
·         Membangun basis kekuatan (permainan sokongan dan permainan memberi kekuatan)
·         Membangun basis kekuatan (permainan koalisi)
·         Mengalahkan lawan (permainan liti dan staf)
·         Memengaruhi perubahan organisasi (permainan meniupkan opini).
Keenam contoh permainan politik tersebut tidak selamanya diartikan sebagai baik atau buruk bagi organisasi. Semua itu adalah permainan yang terjadi dalam ortganisasi dengan tingkat frekuensi yang beraneka.[4]
2.      Etika Politik
Sebagai usaha ilmiah filsafat pun dibagi ke dalam beberapa cabang. Terutama menurut bidang yang dibahas. Dua cabang utama filsafat adalah filsafat teoretis dan filsafat praktis. Pertama, mempertanyakan apa yang ada, sedangkan yang kedua, bagaimana manusia harus bersikap terhadap apa yang ada itu. Jadi, filsafat teoretis mempertanyakan apa itu manusia, alam, apa hakikat realitas sebagai keseluruhan, apa itu pengetahuan, apa yang didapat tentang yang transenden dan sebagainya. Dalam hal ini filsafat teoretis pun mempunyai sesuatu maksud praktis, karena pemahaman yang dicarinya diperlukan manusia untuk mengarahkan kehidupannya. Sedangkan filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia.
Etika sendiri dibagi ke dalam etika umum dan etika khusus. Etika umum mempertanyakan prinsip – prinsip dasar yang berlaku bagi segenap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip – prinsip itu dalam hubungan dengan kewajiban manusia dalam berbagai lingkup kehidupannya. Dibedakan etika individual yang mempertanyakan kewajiban manusia sebagai individu, terutama terhadap dirinya sendiri dan melalui suara hati, terhadap etika sosial. Etika sosial jauh lebih luas dari etika individu karena hampir semua kewajiban manusia bergandingan dengan kenyataan bahwa ia marupakan makhluk sosial. Dengan bertolak dari martabat manusia sebagai pribadi sosial, etika sosial membahas norma – norma moral yang seharusnya menentukan sikap dan tindakan antar manusia.
Etika sosial memuat banyak etika yang khusus mengenai wilayah – wilayah kehidupan manusia tertentu. Disini termasuk misalnya kewajiban – kewajiban di sekitar permulaan kehidupan, masalah pengangguran isi kandungan dengan etika sosial, tetapi juga norma – norma moral yang berlaku dalam hubungan dengan satuan – satuan kemasyarakatan yang melembaga seperti etika keluarga, etika dalam profesi, dan etika pendidikan. Dan disini termasuk juga etika politik, atau filsafat moral mengenai dimensi politis kehidupan manusia.
Dengan demikian etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga negara kebaikan manusia sebagai manusia dan kebaikannya sebagai warga terhadap negara, hukum yang berlaku, dan lain sebagainya. Dua – duanya kebaikan manusia sebagai manusia dan kebaikannya sebagai warga negara memang tidak identik. Aristoteles menulis bahwa identitas antara manusia yang baik dan warga negara yang baik hanya dapat terjadi apabila negara sendiri baik, apabila negara itu buruk, maka seluruhnya buruk. Dalam negara buruk, manusia yang baik menjadi seseorang yang betul – betul bertanggung jawab buruk sebagai warga negara, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan buruk negara itu.[5]



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Firman Allah SWT dalam surah Ali Imran : 26 berbunyi :
È@è% ¢Oßg¯=9$# y7Î=»tB Å7ù=ßJø9$# ÎA÷sè? šù=ßJø9$# `tB âä!$t±n@ äíÍ\s?ur šù=ßJø9$# `£JÏB âä!$t±n@ Ïèè?ur `tB âä!$t±n@ AÉè?ur `tB âä!$t±n@ ( x8ÏuŠÎ/ çŽöyø9$# ( y7¨RÎ) 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇËÏÈ  
Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
            Kekuasaan dan wewenang memiliki pengertian berbeda. Kekuasaan diartikan sebagai kemampuan untuk menggerakkan orang melakukan sesuatu sesuai dengan cara yang diinginkan, sedangkan wewenang memiliki pengertian yang lebih sempit, wewenang adalah bentuk kekuasaan yang dilegitiminasi karena hal itu diterima bawahan.
            French dan Raven memperkenalkan gagasan tentang lima basis kekuasaan antarpribadi yaitu legitiminasi, imbalan, paksaan, keahlian dan referen. Kelima basis tersebut dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu organisasi dan pribadi. Kekuasaan legitiminasi, imbalan dan paksaan terutama dibentuk oleh organisasi sedangkan kekuasaan keahlian dan paksaan didasarkan atas kualitas pribadi. Terdapat kekuasaan struktural dan situsional. Tatanan suatu struktur organisasi penting dalam pembentukan dan penggunaan kekuasaan.
Politik terdapat dalam semua organisasi. Politik terdiri dari semua kegiatan yang digunakan untuk memperoleh, menegmbangkan dan menggunakan kekuasaan dan sumber daya lain untuk mendapatkan hasil yang diinginkan seseorang jika terjadi ketidakpastian atau ketidakkesepakatan tentang pilihan.
Mintberg memperkenalkan permainan politik, contohnya melawan wewenang (permainan pemberontakan), membalas perlawanan terhadap wewenang (permainan membalas pemberontakan), membangun basis kekuatan (permainan sokongan dan permainan pembantukan koalisi0, membangun basis kekuatan (permainan membentuk koalisi), mengalahkan lawan (permainan lini dan staf) dan memengaruhi perubahan organisasi (permainan meniup opini).
B.     Saran/Pesan
Hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam politik bertujuan untuk mengatur kepentingan masyarakat umum, bukan untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Untuk itu, diperlukan pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar tumbuh kepercayaan masyarakat terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan serta kenyamanan dalam kehidupan masyarakat.

























DAFTAR PUSTAKA

Rivai, Veitzhal dan Deddy Mulyadi.Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012.
Robbin, Stephen P. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi.Jakarta: Prenhallindo,2001.
Suseno, Franz Magnis. Etika Politik. Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama,2001.
Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2001.



[1] Prof. Dr. Veitzhal Rivai, M.B.A dan Prof. Dr. Deddy Mulyadi, M.Si, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012) h. 341 – 343
[2] Ibid, h. 343 – 344
[3] Miftah Thoha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2001) h. 223 – 224
[4]Stephen P Robbin, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi (Jakarta: Prenhallindo,2001) h. 56 – 57  
[5]Franz Magnis Suseno, Etika Politik,(Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama,2001) h. 78 – 79  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar