BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, kita sering mendengar kata kekuasaan dan politik, kedua kata ini
sering dihubungkan satu sama lain. Namun, untuk memahami tentang apa itu
kekuasaan dan politik, serta apa hubungan di antara keduanya, memerlukan
pembahasan yang luas dan terperinci. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi
kesalahan dalam mengartikan dan menggunakannya. Jika kita melakukan sesuatu
tanpa ilmu, kita bisa mencelakakan diri kita sendiri, bahkan orang lain.
Begitu pula dengan kekuasaan dan
politik, di Indonesia tidak sedikit yang memandang bahwa kekuasaan dapat
diperoleh melalui politik. Atau dengan kata lain, politik adalah jalan untuk
mencapai kekuasaan. Pandangan seperti itulah yang menyebabkan begitu banyak
orang mendalami dunia politik hanya demi mendapatkan kekuasaan. Banyak orang
yang mengejar kekuasaan tanpa memahami apa sesungguhnya dan bagaimana cara
menggunakan kekuasaan yang dimilikinya. Banyak orang pula yang akhirnya
menganggap bahwa politik itu sesuatu yang tidak baik. Untuk itu, pemahaman yang
benar mengenai kekuasaan dan politik sangatlah penting.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Apa definisi dari kekuasaan ?
2. Apa perbedaan kekuasaan dengan wewenang ?
3. Dari mana sumber – sumber kekuasaan bisa didapatkan?
4. Bagaimana manusia membutuhkan kekuasaan?
5. Bagaimana strategi dan taktik politik ?
6. Bagaimana etika dalam berpolitik?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1.
Mengetahui definisi kekuasaan.
2.
Mengetahui perbedaan kekuasaan dengan wewenang.
3.
Mengetahui sumber – sumber kekuasaan bisa didapatkan.
4.
Mengetahui bahwa manusia membutuhkan kekuasaan.
5.
Mengetahui strategi dan taktik politik.
6.
Mengetahui etika politik.
BAB II
KEKUASAAN DAN POLITIK
A. Kekuasann
1. Definisi Kekuasaan
Konsep kekuasaan erat
sekali hubungannya dengan konsep kepemimpinan. Dengan memiliki kekuasaan,
pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Pemimpin
seharusnya tidak hanya menilai perilakunya sendiri agar mereka dapat mengerti
bagaimana mereka mempengaruhi orang lain, akan tetapi juga pemimpin harus mau
mampu menilai posisi mereka dan cara menggunakan kekuasaan.
Inti dari kepemimpinan
adalah pengambilan keputusan. Seorang pemimpin harus dapat mengambil keputusan
yang cepat dan sulit seperti pekerja harus dipindahkan, dipecat, diberi
promosi, dan sebagainya. Dalam hubungan antarorganisasi diperlukan seorang
pemimpin yang dapat melawan persaingan yaitu pemimpin yang kuat, pembuat
keputusan dapat mengambil keputusan yang tepat dan bisa membuat keputusan tanpa
melalui konsensus.
Dalam organisasi perlu
adanya pusat kekuasaan atau titik utama yang dapat mengendalikan kekuasaan
sehingga keteraturan dan efisiensi dapat dibangun dalam organisasi. Sementara
itu kekuasaan adalah suatu proses yang wajar dalam setiap kelompok atau
organisasi. Dengan demikian perlu diketahui bagaimana kekuasaan itu diperoleh
dan dijalankan sehingga dapat mengetahui sepenuhnya perilaku organisasi. Untuk
itu perlu diketahui makna dari kekuasaan itu sendiri.
Ada beberapa pandangan
tentang pengertian kekuasaan :
·
Kekuasaan adalah suatu kemungkinan membuat seorang aktor
dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan
keinginannya sendiri yang mampu menghilangkan rintangan (Max Weber)
·
Kekuasaan adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi
aliran energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda
secara jelas dari tujuan lainnya (Wafter Nord)
·
Kekuasan digunakan hanya jika tujuan – tujuan tersebut
paling sedikit mengakibatkan perselisihansatu sama lain. Kekuasaan adalah suatu
produksi dari akibat yang diinginkan (Russel).
·
Kekuasaan adalah suatu kemampuan untuk menggunakan
kekuatan (Bierstedt)
·
Kekuasan adalah suatu kontrol atas orang yang lain yang
berhasil (Wrona)
·
Kekuasaan adalah jika orang A memiliki kekuasaan atas
orang B, maka A bisa meminta B untuk melaksanakan sesuatu yang tidak bisa
dilakukan oleh B terhadap A (Dahl)
·
Kekuasaan dalah suatu potensi dan suatu pengaruh (Rogers)
Dengan demikian kekuasaan adalah suatu sumber yang bisa
atau tidak bisa untuk dipergunakan. Penggunaan kekuasaan selalu mengakibatkan
perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan mengangkat suatu
perubahan perilaku yang diinginkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kekuasaan sebagai
suatu potensi pengaruh dari seorang pemimpin.[1]
2.
Perbedaan Kekuasaan dan
Wewenang
Antara kekuasaan dan
wewenang terdapat perbedaan, seperti menurut Max Weber, kekuasaan meliputi
kekuatan dan paksaan dan wewenang merupakan suatu bagian dari kekuasaan.
Wewenang tidak membawa implikasi kekuatan, tetapi lebih mencakup pada penilaian
yang tidak menentu pada bagian penerimaannya. Wewenang adalah kekuasaan resmi
yang dimiliki seseorang karena kedudukannya dalam hierarki organisasi.
Pengarahan atau perintah dari seseorang manajer dalam sebuah posisi wewenang
dipatuhi karena mereka harus dipatuhi. Maka dari itu, orang yang berada dalam
posisi yang lebih tinggi mempunyai kekuasaan yang sah atas bawahan yng berada
di posisi yang lebih rendah.
Wewenang mempunyai sifat :
·
Terdapat posisi pada seseorang. Individu mempunyai
wewenang karena posisi yang ia pegang, bukan karena sifat, pribadi khusus.
·
Diterima oleh bawahan. Individu dalam posisi yang sah,
menerapkan wewenang dan dapat menerapkan wewenang dan dapat melaksanakannya
karena ia mempunyai hak yang sah.
·
Kekuasaan digunakan secara vertikal dan mengalir dari
atas ke bawah dalam susunan sebuah organisasi.[2]
3.
Sumber – Sumber Kekuasaan
Kekuasaan dapat berasal dari berbagai sumber.
Bagaimana hal tersebut diperoleh dalam suatu organisasi tergantung pada
seberapa luas dari jenjang kekuasaan yang dicari. Kekuasaan dapat diperoleh
dari antar pribadi, struktural dan berdasarkan situasi.
a) Kekuasaan Antarpribadi
Terdapat lima basis
kekuasaan antarpribadi, yaitu :
·
Kekuasaan Legitimasi (Legitimate Power)
Kemampuan seseorang mempengaruhi karena posisinya.
Seseorang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi, mempunyai kekuasaan atas
orang – orang yang lebig rendah kedudukannya dalam teori organisasi yang
sederajat mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat. Akan tetapi, seseorang
yang mempunyai kekuasaan legitimasi menggunakan kekuasaan tersebut dengan bakat
masing – masing, kekuasaan legitimasi sesuai dengan konsep Weber tentang
wewenang. Para bawahan memainkan peran utama dalam pelaksanaan kekuasaan legitiminasi jika
bawahan memandang penggunaan kekuasaan itu sah, mereka akan patuh, akan tetapi
budaya, kebiasaan dan sistem nilai suatu organisasi menentukan batas kekuasaan
legitiminasi. Seorang direktur kekuasaan menyarankan agar seluruh karyawannya
memilih partai tertentu, mungkin akan menemukan bahwa hanya sebagian orang yang
patuh terhadap sarannya.
·
Kekuasaan Imbalan (Reward Power)
Jenis kekuasaan ini didasarkan atas kemampuan seseorang
untuk memberikan imbalan kepada pengikutnya yang disertai dengan kepatuhan
mereka untuk mengikutinya, kekuasaan imbalan ini digunakan untuk mendukung
kekuasaan legitiminasi, jika pengikut memandang imbalan atau kemungkinan yang
didapat disediakan seseorang sebagai sesuatu yang bernilai (pengakuan,
penugasan untuk peningkatan upah, sumber tambahan untuk menyelesaikan
pekerjaan) mereka tanggap terhadap perintah, permintaan dan petunjuk, misalnya
seorang manejer akan memberikan imbalan kepada wiraniaganya berupa bonus karena
kemampuannya dalam penjualan meningkatkan omzet penjualan.
·
Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan untuk menghukum, para pengikut patuh karena
takut. Seorang manejer akan menunda promosi jabatan bawahan karena kurang
sukses dalam tugasnya, meskipun hukuman menimbulkan dampak yang tidak
diharapkan, hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk
memperoleh kepatuhan atau untuk memperbaiki perilaku yang tidak produktif dalam
organisasi.
·
Kekuasaan Ahli (Expert Power)
Seseorang memiliki keahlian, bila mempunyai keahlian yang
lebih tinggi, maka dengan keahliannya akan mempunyai kekuasaan meskipun
peringkat mereka rendah, seseorang dapat memiliki keahlian teknis, administratif,
atau keahlian yang menyangkut persoalan manusia. Kekuasaan ahli merupakan
kerakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitiminasi, imbalan dan kekuasaan
paksaan ditentukan oleh organisasi. Seorang sekretaris yang mempunyai posisi
yang relatif rendah dalam organisasi mungkin mempunyai kekuasaan ahli karena ia
tahu rincian pengoperasian usaha, ia tahu segala sesuatunya atau tahu bagaimana
mengatasi situasi yang sulit.
·
Kekuasaan Referen (Referent Power)
Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau
dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang
tersebut. Kerisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan referen.
Seseorang yang berkharisma dikagumi oleh karakteristiknya, kekuatan karisma
seseorang adalah petunjuk adanya kekuasaan referen orang itu, karisma adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan para politisi, penghibur atau
olahragawan.
b)
Kekuasaan Struktural dan Situasional
Preffer mengemukakan bahwa kekuasaan terutama ditentukan
oleh struktur di dalam orgasasi, si memandang struktur dalam organisasi,
sebagai mekanisme pengendalian yang mengatur organisasi. Dalam tatanan struktur
organisasi, kebijakan pengambilan keputusan. Dialokasikan ke berbagai posisi,
juga struktur membentuk pola komunikasi dan arus komunikasi, dan arus
informasi. Jadi, struktur organisasi menciptakan kekuasaan dan wewenang formal
dengan mengkhususkan orang – orang tertentu untuk melaksanakan tugas pekerjaan
khusus, dan mengambil keputusan tertentu, serta mendorong kekuatan informal, melalui
dampak atau struktur informasi dan komunikasi dalam sistem tersebut.
4.
Kebutuhan Kekuasaan
Sepanjang sejarah manusia
selamanya terpesona oleh kekuasaan. Dalam kepustakaan cina kono, perhatian dan
kekuasaan secara jelas dikemukakan, kekuasaan dari yang menjinakkan yang agung,
kekuasaan cahaya, kekuasaan kegelapan. Catatan historis ada kesan sejauh mana
orang – orang telah mengejar, menakuti, menikmati atau menyalahgunakan
kekuasaan. Sekarang kesan tentang orang – orang yang mencari kekuasaan cukup
negatif.
McClelland mengemukakan
bahwa kekuasaan dapat digunakan secara bertanggung jawab, disamping untuk
mengkaji kebutuhan berprestasi juga kebutuhan akan kekuasaan. Sebagai keinginan
untuk menimbulkan dampak pada orang lain. Jenis dampak ini dapat ditunjukkan
dengan tiga cara:
·
Dengan tindakan yang kuat, memberi bantuan atau nasehat,
dengan mengendalikan seseorang.
·
Dengan tindakan yang menimbulkan emosi pada orang lain.
·
Dengan memerhatikan reputasi.
Hasil penelitian menemukan
bagaimana orang yang tinggi kebutuhan kekuasaannya umumnya : 1) mempunyai sifat
bersaing dan agresif, 2) berminat memiliki prestise, 3) lebih menyukai situasi
tindakan, 4) menjadi anggota sejumlah kelompok. Riset tentang kebutuhan yang
dilakukan oleh McClelland dan rekannya ini menyimpulkan bahwa para manajer yang
paling efektif memiliki karakteristik sebagai berikut.
a) memiliki kebutuhan kekuasaan yang tinggi
b) mereka menggunakan kekuasaan untuk tujuan organisasi
c) mereka mempraktikkan gaya partisipatif, atau melatih jika
berinteraksi dengan para pengikut
d) mereka tidak mengonsentrasikan diri untuk mengembangkan
hubungan yang akrab dengan orang lain.
Manajemer yang efektif menurut hasil resit McClelland
ditetapkan sebagai “Manajer Instusional” karena mereka menggunakan kekuasaan
untuk mencapai tujuan organisasi. Manajer Instusional lebih efektif daripada
manajer kekuasaan pribadi , yang menggunakan kekuasaan mereka untuk kepentingan
pribadi, dan manajer afiliatif, yang lebih mengutamakan disukai daripada
menggunakan kekuasaan.[3]
B. POLITIK
1.
Strategi dan Taktik
Politik
Terdapat perilaku
berorientasi politik:
·
Perilaku yang biasanya di luar sistem kekuasaan
legitiminasi yang diakui
·
Perilaku yang dirancang untuk menguntungkan seseorang
·
Perilaku yang dimaksudkan dan dirancang untuk memperoleh
dan mempertahankan kekuasaan
Sebagai akibat dari
perilaku berorientasi politik, kekuasaan formal yang ada dalam suatu organisasi
sering dikesampingkan atau dihambat. Berbagai taktik politik yang digunakan oleh
agen pembelian adalah :
a.
penghindaran peraturan. Menghindari prosedur pembelian
formal dalam organisasi.
b.
politik pribadi. Memanfatkan persahabatan untuk
memudahkan atau untuk menghalagi suatu proses pemesanan.
c.
kependidikan. Berusaha membujuk perekayasaan untuk
berpikir sesuai dengan syarat – syarat pembelian.
d.
Keorganisasian. Berusaha mengubah pola interaksi formal
dan informal antara perekayaan dengan bagian pembelian.
Mintberg dan yang lainnya
menguraikan kemahiran berpolitik itu sebagai memainkan permainan. Permainan
yang diperankan manajer dan non manajer adalah:
·
Melawan wewenang (perminan pemberontakan)
·
Membalas perlawanan terhadap wewenang (permainan membalas
pemberontakan)
·
Membangun basis kekuatan (permainan sokongan dan
permainan memberi kekuatan)
·
Membangun basis kekuatan (permainan koalisi)
·
Mengalahkan lawan (permainan liti dan staf)
·
Memengaruhi perubahan organisasi (permainan meniupkan
opini).
Keenam contoh permainan
politik tersebut tidak selamanya diartikan sebagai baik atau buruk bagi
organisasi. Semua itu adalah permainan yang terjadi dalam ortganisasi dengan
tingkat frekuensi yang beraneka.[4]
2.
Etika Politik
Sebagai usaha ilmiah
filsafat pun dibagi ke dalam beberapa cabang. Terutama menurut bidang yang
dibahas. Dua cabang utama filsafat adalah filsafat teoretis dan filsafat
praktis. Pertama, mempertanyakan apa yang ada, sedangkan yang kedua, bagaimana
manusia harus bersikap terhadap apa yang ada itu. Jadi, filsafat teoretis
mempertanyakan apa itu manusia, alam, apa hakikat realitas sebagai keseluruhan,
apa itu pengetahuan, apa yang didapat tentang yang transenden dan sebagainya.
Dalam hal ini filsafat teoretis pun mempunyai sesuatu maksud praktis, karena
pemahaman yang dicarinya diperlukan manusia untuk mengarahkan kehidupannya.
Sedangkan filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika.
Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia.
Etika sendiri dibagi ke
dalam etika umum dan etika khusus. Etika umum mempertanyakan prinsip – prinsip
dasar yang berlaku bagi segenap tindakan manusia, sedangkan etika khusus
membahas prinsip – prinsip itu dalam hubungan dengan kewajiban manusia dalam
berbagai lingkup kehidupannya. Dibedakan etika individual yang mempertanyakan
kewajiban manusia sebagai individu, terutama terhadap dirinya sendiri dan
melalui suara hati, terhadap etika sosial. Etika sosial jauh lebih luas dari
etika individu karena hampir semua kewajiban manusia bergandingan dengan
kenyataan bahwa ia marupakan makhluk sosial. Dengan bertolak dari martabat
manusia sebagai pribadi sosial, etika sosial membahas norma – norma moral yang
seharusnya menentukan sikap dan tindakan antar manusia.
Etika sosial memuat banyak
etika yang khusus mengenai wilayah – wilayah kehidupan manusia tertentu. Disini
termasuk misalnya kewajiban – kewajiban di sekitar permulaan kehidupan, masalah
pengangguran isi kandungan dengan etika sosial, tetapi juga norma – norma moral
yang berlaku dalam hubungan dengan satuan – satuan kemasyarakatan yang
melembaga seperti etika keluarga, etika dalam profesi, dan etika pendidikan.
Dan disini termasuk juga etika politik, atau filsafat moral mengenai dimensi
politis kehidupan manusia.
Dengan demikian etika
politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan
bukan hanya sebagai warga negara kebaikan manusia sebagai manusia dan
kebaikannya sebagai warga terhadap negara, hukum yang berlaku, dan lain
sebagainya. Dua – duanya kebaikan manusia sebagai manusia dan kebaikannya
sebagai warga negara memang tidak identik. Aristoteles menulis bahwa identitas
antara manusia yang baik dan warga negara yang baik hanya dapat terjadi apabila
negara sendiri baik, apabila negara itu buruk, maka seluruhnya buruk. Dalam
negara buruk, manusia yang baik menjadi seseorang yang betul – betul
bertanggung jawab buruk sebagai warga negara, karena tidak dapat hidup sesuai
dengan aturan buruk negara itu.[5]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Firman Allah SWT dalam surah Ali Imran : 26 berbunyi :
È@è%
¢Oßg¯=9$#
y7Î=»tB
Å7ù=ßJø9$# ÎA÷sè?
ù=ßJø9$# `tB
âä!$t±n@ äíÍ\s?ur
ù=ßJø9$# `£JÏB
âä!$t±n@ Ïèè?ur `tB
âä!$t±n@ AÉè?ur `tB
âä!$t±n@ (
x8ÏuÎ/ çöyø9$# (
y7¨RÎ) 4n?tã Èe@ä.
&äóÓx« ÖÏs%
ÇËÏÈ
Katakanlah: "Wahai
Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau
muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau
kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa
atas segala sesuatu.
Kekuasaan dan wewenang memiliki pengertian berbeda.
Kekuasaan diartikan sebagai kemampuan untuk menggerakkan orang melakukan
sesuatu sesuai dengan cara yang diinginkan, sedangkan wewenang memiliki
pengertian yang lebih sempit, wewenang adalah bentuk kekuasaan yang
dilegitiminasi karena hal itu diterima bawahan.
French dan Raven memperkenalkan gagasan tentang lima
basis kekuasaan antarpribadi yaitu legitiminasi, imbalan, paksaan, keahlian dan
referen. Kelima basis tersebut dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu
organisasi dan pribadi. Kekuasaan legitiminasi, imbalan dan paksaan terutama
dibentuk oleh organisasi sedangkan kekuasaan keahlian dan paksaan didasarkan atas
kualitas pribadi. Terdapat kekuasaan struktural dan situsional. Tatanan suatu
struktur organisasi penting dalam pembentukan dan penggunaan kekuasaan.
Politik
terdapat dalam semua organisasi. Politik terdiri dari semua kegiatan yang
digunakan untuk memperoleh, menegmbangkan dan menggunakan kekuasaan dan sumber
daya lain untuk mendapatkan hasil yang diinginkan seseorang jika terjadi
ketidakpastian atau ketidakkesepakatan tentang pilihan.
Mintberg memperkenalkan
permainan politik, contohnya melawan wewenang (permainan pemberontakan),
membalas perlawanan terhadap wewenang (permainan membalas pemberontakan),
membangun basis kekuatan (permainan sokongan dan permainan pembantukan
koalisi0, membangun basis kekuatan (permainan membentuk koalisi), mengalahkan lawan
(permainan lini dan staf) dan memengaruhi perubahan organisasi (permainan
meniup opini).
B. Saran/Pesan
Hakekatnya penggunaan
kekuasaan dalam politik bertujuan untuk mengatur kepentingan masyarakat umum,
bukan untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Untuk itu, diperlukan
pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar tumbuh kepercayaan masyarakat
terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan serta kenyamanan dalam
kehidupan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Rivai, Veitzhal dan Deddy Mulyadi.Kepemimpinan dan
Perilaku Organisasi.Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012.
Robbin, Stephen P. Perilaku Organisasi: Konsep,
Kontroversi, Aplikasi.Jakarta: Prenhallindo,2001.
Suseno, Franz Magnis. Etika Politik. Jakarta: PT
Gramedia PustakaUtama,2001.
Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan
Aplikasinya.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2001.
[1] Prof. Dr. Veitzhal Rivai,
M.B.A dan Prof. Dr. Deddy Mulyadi, M.Si, Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasi, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012) h. 341 – 343
[3] Miftah Thoha, Perilaku
Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2001)
h. 223 – 224
[4]Stephen P Robbin, Perilaku Organisasi: Konsep,
Kontroversi, Aplikasi (Jakarta: Prenhallindo,2001) h. 56 – 57
Tidak ada komentar:
Posting Komentar